fbpx
Denpasar

Ny. Putri Koster Berharap Kemajuan Digital Dukung Pelestarian dan Pengembangan Dunia Fashion di Bali

DENPASAR | suaratabanan.id – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali Ny. Putri Koster berharap kemajuan dibidang digital dapat dimanfaatkan secara bijaksana mendukung upaya pelestarian dan pengembangan dunia fashion di Bali, khususnya berkaitan dengan keberadaan kain tenun tradisional endek dan songket. Harapan itu disampaikan saat menjadi pembicara kunci pada Konferensi Digital Fashion di gedung Ksirarnawa Taman Budaya Denpasar. Sabtu,(3/6) 2023).

 

Ny.Putri Koster menyambut kreativitas penggiat dunia digital dalam menciptakan hal-hal baru, khususnya di dunia fashion. Namun demikian, ia menekankan pentingnya upaya kolaborasi digital dan konvensional. “Yang paham digital, silahkan berkarya dengan kemampuan yang dimiliki. Tapi di dalamnya tetap harus mengakomodir keahlian konvensional seperti misalnya keterampilan melukis untuk membuat karya busana digital lebih menarik,” ujarnya.

 

Kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan meningkatkan kualitas produk tenun lokal. “Sehingga dengan demikian, upaya pelestarian akan berjalan dengan baik. Kalau masing-masing jalan sendiri, tatanan akan rusak,” imbuhnya.

 

Dicontohkan sentuhan teknologi pada mesin bordir yang belakangan dinilai menjadi ancaman dalam upaya pelestarian kain songket karena motifnya dijiplak. Putri Koster menyebut, hal ini tak akan terjadi jika kemajuan dibarengi dengan kemunculan desainer dibidang bordir. “Contohnya Tasikmalaya, bordirnya berkembang sangat baik dengan motif yang dibuat khusus. Kenapa di Bali ndak bisa seperti itu,” tanyanya.

 

Pihaknya juga mengajak kaum milenial berperan aktif dalam melestarikan apa yang sudah diwariskan oleh para leluhur. Ia ingin mengembalikan dunia fashion seperti masa jayanya di era 80an, dimana saat itu model Bali bisa menembus kancah internasional. “Sejak tahun 90an, terjadi penurunan pada dunia fashion. Saya ingin desainer lokal bisa mempengaruhi trend busananya orang Bali, bahkan hingga internasional. Kalau terus pasif hanya akan jadi generasi penikmat dan konsumen,” urainya.

 

Sementara Founder Maja Lab Andrian Zakhary menyampaikan terima kasih atas dukungan Pemprov Bali terhadap pengembangan digital fashion. Menurutnya, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan dalam kolaborasi fashion digital dan konvensional. “Saya sependapat dengan Ibu Putri, kolaborasi fisik dan digital dalam dunia fashion itu sangat dibutuhkan. Kami menyebutnya dengan istilah digital atau physical digital,” tuturnya.

 

Kolaborasi itu bisa diwujudkan dalam bentuk kerjasama antara Digital Fashion Designer (DFD) dengan desainer konvensional. Menurut Andrian, mereka bisa bertukar pengetahuan dan informasi sesuai dengan keahlian yang dikuasai untuk menciptakan karya yang lebih menarik.

 

Pembicara Schieva selaku penekun sekaligus pioner DFD bercerita tentang awal kecintaannya pada dunia metaverse. Ketertarikannya berawal dari kegemarannya merancang busana untuk komunitas cosplay. “Saya merancang sendiri busana cosplay hingga tercipta lebih dari 200 buah, hingga akhirnya bingung mau naruh dimana,” ujarnya.

Karena itu, ia kemudian beralih ke media digital dalam menuangkan ide rancangan busana. Dalam konferensi ini, Schieva menampilkan beberapa karya DFD diantaranya Balinese Royal Ensemble untuk model pria, Gambuh Lestari untuk peragawati. (ST-WIN)