TABANAN |suaratabanan.id – Upacara mamukur Umat Hindu di Bali merupakan rangkaian upacara setelah upacara pengabenan. Upacara ini bertujuan untuk mensucikan roh jiwatman/atma dari yang telah diupacarai dengan upacara ngaben sebelumnya.
Demikian penjelasan yang disampaikan oleh Drs I Gede Ketut Bagus Astawa dari Geria Babut Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, saat pelaksanaan upacara Mamukur yang berlangsung dari tanggal 20 sampai 21 Agustu. “Kami melaksanakan upacara mamukur ini setelah 42 hari, atau satu bulan tujuh hari kalender Bali setelah upacara pengabenan. Upacara mamukur ini diikuti oleh 105 Puspa lingga (peserta). Dengan tingkatkan Yadnya Mamukur Maligya, utamaning utama,” katanya.
Dijelaskan pula, dalam upacara mamukur maligya ini, dilaksanakan juga kegiatan seperti mendak siwi/mencari daun beringin, ngebejiang, ngeliwet, purwa daksina, (ngider) meprelina, ngeseng puspa yang dilanjutkan dengan membuang abu puspa lingga yang telah dimasukkan kedalam bungkak kelapa (klungah) gading ke segara/laut, Senin (21/8).
Selanjutnya pada hari Rabu (23/8), akan dilaksanakan upacara nebusin di laut dengan tujuan memanggil kembali roh/atau atma yang telah disucikan untuk dibawa ke tempat peyadnyan. Setelah itu akan dilaksanakan upacara meajar-ajar ke Pura Ulundanu Beratan – Bedugul dan Pura Bujangga Waisnawa yang berlokasi di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan.
Rangkaian upacara selanjutnya adalah nangkilang di Pura Tri khayangan serta mepamit Merajan Geria Babut Nyitdah. “Setelah meajar-ajar, dilanjutkan upacara di rumah masing masing dengan ngelinggihang Puspa lingga di sanggah/merajan kemulan dan telah menyatu dengan para leluhur,” jelas Astawa.
Ia juga menyampaikan terimakasih kepada krama adat Desa Nyitdah, Krama adat Banjar Sengguan, serta seluruh warga masyarakat lainnya atas dukungan upacara ngaben, mepandes, mepetik dan mamukur yang telah berlangsung dengan lancar. ( ST-KY)